Thursday, November 28, 2013

Kampus UBT Pakai Paper Security

TARAKAN–Memperoleh ijazah tanpa harus melalui proses pembelajaran dibangku sekolah kini menjadi incaran banyak pihak untuk tujuan tertentu, salah satunya adalah untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pembuatan ijazah palsu pun banyak dilakukan oleh oknum–oknum yang tidak bertanggung jawab. Seiring dengan kemajuan teknologi, pembuatan ijazah palsu sangat mudah dilakukan. Secara kasat mata, untuk membedakan ijazah palsu dengan ijazah asli sangat sulit.

Menyikapi peredaran ijazah palsu tersebut, Wakil Rektor I Bidang Akademi dan Kerjasama Universitas Borneo Tarakan (UBT), Dr Ir Setyo Pertiwi M.Agr menuturkan, hingga saat ini pihaknya belum pernah menemukan adanya ijazah palsu.
Namun, untuk mengantisipasi adanya pemalsuan ijazah yang mengatasnamakan UBT maka pihak kampus membubuhkan security paper pada seluruh ijazah yang dikeluarkan UBT.
Dengan demikian akan mudah untuk membedakan antara ijazah palsu dan asli. “Khusus di UBT, ijazahnya menggunakan security paper yang sangat baik sehingga orang akan sulit memalsukannya,” ungkapnya.

Disebutkan, ijazah yang selama ini dikeluarkan oleh UBT semua mempunyai security paper dan dicetak khusus pada perum peruri (Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia).
Di blangko ijazah yang dipesan tersebut, pada bagian-bagian tertentu telah diberikan tanda–tanda khusus sehingga blangko tersebut berbeda dengan blangko yang hanya kertas kosong. Selain itu dalam blangko telah diberikan logo dan beberapa tanda rahasia lainnya.
“Indonesia itu hanya ada dua percetakan yang mempunyai security paper yaitu perum peruri yang mencetak uang termasuk kertas security dan perum percetakan negara,” ungkapnya.
“Itu untuk ijazah asli, namun untuk keperluan administrasi kebanyakan menggunakanfotocopy. Hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi saat ini sudah canggih sehingga banyak terjadi pemalsuan ijazah untuk kepentingan tertentu. Namun, untuk membuktikan hal tersebut merupakan tugas dari dari tim verifikasi,” ujarnya.

Masih dikatakan Setyo Pertiwi, setiap tahun jumlah pemesanan blangko ijazah yang dilakukan pihaknya selalu melebihi dari jumlah mahasiswa yang akan wisuda. Hal ini dilakukan karena dalam pencetakan ijazah tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan penulisan nama dan lainnya.
“Namun, blangko ijazah tersebut merupakan blangko yang terkontrol. Setiap kali ada kesalahan maka itu harus mempunyai berita acara. Misalnya jika tahun ini memesan sekitar 1.000 lembar kemudian hanya mencetak 500 lembar untuk mahasiswa yang lulus tahun ini dan ada satu di antaranya gagal cetak, maka itu akan dilaporkan kepada pimpinan. Jadi, itu akan terkontrol karena itu merupakan dokumen terkendali. Untuk lebihnya itu akan disimpan oleh pihak kampus,” jelasnya.

Terkait pemalsuan ijazah ataupun penjualan ijazah tersebut, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bulungan Tarakan, Drs.R. Philipus L.,S.E, M.M menambahkan, pembuatan ijazah telah mempunyai aturan tersendiri.
“Di STIE, pencetakan ijazah kami mencetak sendiri namun itu ada aturannya. Seperti besaran kertas yang dipakai dan draft atau isi dalam ijazah tersebut. Jumlah Ijazah yang dicetak pun disesuaikan dengan jumlah jumlah mahasiswa yang akan lulus pada tahun tersebut,” kata Philipus.
Jika ada kesalahan dalam pembuatan ijazah, maka pihaknya akan membuat berita acara dan pergantian. “Kami mencetak ijazah sesuai dengan kebutuhan. Jika ada yang salah maka saya akan membuat surat penyataan dan itu langsung kami musnahkan bersama dengan unsur pimpinan,” terangnya.

Untuk mengantisipasi adanya peredaran ijazah palsu yang mengatasnamakan kampus STIE, maka hal tersebut akan tampak pada nomor seri ijazah dan perbedaan tulisan maupun draft yang digunakan.
“Sekarang ini sering terjadi hal tersebut dengan adanya scanner. Beberapa waktu lalu, kami juga menjadi sorotan karena ditemukan ijazah palsu. Namun hal itu terbukti  bukan dari STIE akan tetapi dari salah satu perguruan tinggi di Jawa,” jelasnya.
Pihak kampus STIE mengakui, banyak  perguruan tinggi yang sering menjual ijazah kepada oknum–oknum yang ingin memperoleh ijazah tanpa harus mengikuti pembelajaran di perguruan tinggi tersebut.
“Sekarang ini banyak universitas yang tidak jelas lahirnya kapan dan prosesnya bagaimana tapi bisa mencetak ijazah. Namun sesuai dengan peraturan pemerintah, perguruan tinggi yang bisa mengeluarkan ijazah adalah perguruan tinggi yang sudah terakreditasi,” ungkapnya.
Menurutnya, sesuai dengan informasi dan edaran dari kopertis jika ada kesalahan satu saja maka itu akan diberikan sanksi apalagi dengan memalsukan ijazah.
Terkait dengan rumor bahwa STIE sering menjual ijazah,  ia pun membantah hal tersebut. “Itu tidak ada, itu hanya isu dari orang-orang yang tidak senang dengan kita. Kalau pun misalnya ada pemalsuan ijazah dengan mengatasnamakan STIE maka kita akan memberikan tindakan keras dan diserahkan kepada yang berwajib untuk diproses,” ujarnya.

Ada Juga Ijazah Asli, tapi Palsu
KEPALA Seksi Kurikulum pada bidang Pendidikan Menengah di Dinas Pendidikan Tarakan, Akhmad Yani punya pengalaman meneliti ijazah. Sebab, dia pernah terlibat sebagai verifikator ijazah pada seleksi calon kepala daerah di Pemilukada Tarakan 2013 yang baru-baru ini dilaksanakan hingga seleksi bakal calon anggota DPRD untuk Pemilu 2014 oleh KPU Tarakan. Ia juga pernah beberapa kali menjadi verifikator ijazah pada rekrutmen calon anggota Polri.
Menurut Yani, tidak terlalu sulit untuk membedakan antara ijazah palsu dan asli. “Tapi tergantung intuisi individu verifikatornya juga,” kata mantan kepala SMP 1 Tarakan itu.
Hanya saja yang menjadi tantangan bagi seorang verifikator, saat dia menemukan ijazah “aspal” alias asli tapi palsu. Ijazah tersebut tampak benar-benar asli, tapi pemiliknya tidak memperoleh ijazah tersebut sesuai prosedur yang benar.
“Jadi dia bisa memiliki ijazah dari sekolah atau perguruan tinggi itu, tapi sebenarnya yang bersangkutan sama sekali tidak pernah sekolah atau menyelesaikan pendidikannya di satuan pendidikan tersebut,” beber Yani.
Biasanya hal ini bisa terjadi karena adanya keterlibatan oknum di satuan pendidikan tersebut. Oknum tersebut menggunakan banyak celah. Terlebih era dahulu, pencetakan ijazah tidak seketat sekarang. Sejak beberapa tahun terakhir, ijazah dicetak berdasarkan jumlah lulusan.
“Tahun 2005, saat saya tugas di SMP 1 Tarakan, saya masih menemui blanko ijazah yang lebih. Nah kelebihan ini yang bisa digunakan oleh oknum untuk membuat ijazah aspal alias asli tapi palsu tadi,” terangnya.
Jika menemukan dugaan ijazah “aspal”, maka perlu dilakukan kroscek data. Misalnya dengan mendatangi satuan pendidikan yang namanya tertera di data tersebut maupun instansi terkait. Jika ijazah asli diperoleh dengan cara benar, data yang bersangkutan terekam dengan baik.
Walaupun diakui Yani, tidak semua sekolah atau satuan pendidikan lainnya meng-input data siswanya dengan baik. Hal ini ditemukan saat verifikasi ijazah calon kepala daerah yang akan mengikuti Pilwali Tarakan 2013. Saat melakukan kroscek ke sekolah yang bersangkutan, ternyata data yang tersimpan tidak ter-input dengan baik dan lengkap.
Akhirnya, cara pamungkas digunakan yaitu dengan mengumpulkan alumni yang lulus dari sekolah tersebut di tahun yang sama. Alhasil, kecurigaan ijazah bermasalah karena tulisan dan tampilan ijazah yang sempat dianggap janggal terbantahkan.
Misalnya ijazah keluaran lama tapi masih terlihat baru, terkadang oleh verifikator diduga bermasalah hingga diperlukan kroscek. Alhasil dari hasil verifikasi lanjutan tersebut, ijazah tersebut terlihat awet barunya karena cara menyimpannya yang baik.
“Jadi begitu ijazah tersebut dia terima, langsung dilamilating. Jadi walaupun ijazah tersebut sudah lama, tetap terlihat masih seperti baru,” beber Yani.
Dikatakan Yani, ada beberapa upaya sebagai filter untuk menyaring ijazah asli atau palsu saat proses verifikasi. Pertama, legalisir fotokopi ijazah. Namun Yani tidak menampik, adanya legalisir fotokopi ijazah yang dipalsukan. “Jadi stempel dan format legalisirnya, sama persis sama aslinya,” terangnya.
Hanya saja, legalisir fotokopi ijazah palsu mudah terdeteksi dengan mencermati tanda tangan “pejabat berwenang” yang tertera. Jika tanda tangan tersebut dipalsukan, tiap lembar fotokopi ijazah akan berbeda.
“Karena kalau tanda tangan itu dipalsukan, penekanan pada goresannya pasti terlihat perbedaannya dengan aslinya. Jadi kalau banyak yang melampirkan legalisir fotokopi ijazah dari satuan pendidikan yang sama, verifikator bisa membandingkan satu sama lainnya,” ungkap Yani lagi.
Sebagai informasi tambahan, lanjut Yani, ada regulasi yang diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 59 Tahun 2008 tentang Pengesahan Fotokopi Ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar, Surat Keterangan Pengganti yang Berpenghargaan Sama dengan Ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar dan Penerbitan Surat Keterangan Pengganti yang Berpenghargaan Sama dengan Ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar.
Dalam regulasi ini diatur mengenai pengesahan fotokopi ijazah atau STTB. Meliputi penerbitan surat keterangan pengganti yang berpenghargaan sama dengan ijazah/STTB dilakukan oleh kepala satuan pendidikan yang bersangkutan apabila ijazah atau STTB yang asli hilang atau musnah.
Kemudian apabila satuan pendidikan yang bersangkutan tidak beroperasi atau tutup, dilakukan oleh kepala dinas yang membidangi pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan.
Di regulasi tersebut juga disebutkan, kepala satuan pendidikan atau kepala dinas bertanggung-jawab dan menjamin bahwa penerima surat keterangan pengganti yang berpenghargaan sama dengan ijazah/STTB pernah menerima ijazah/STTB yang berasal dari satuan pendidikan yang bersangkutan.
Regulasi ini menurut Yani, perlu diketahui masyarakat dan stakeholder yang ada. Sebab saat verifikasi ijazah calon kepala daerah, Yani sempat menemukan bakal calon yang hanya melampirkan fotokopi ijazah yang dilegalisir yang menjelaskan bahwa fotokopi ijazah tersebut sesuai aslinya.
“Jadi fotokopi ijazah yang telah dilegalisir difotokopi lagi, kemudian dilegalisir lagi yang menjelaskan bahwa fotokopi ijazah tersebut asli. Kan ini tidak boleh kalau sesuai regulasi tersebut,” ungkap Yani lagi.
Yang benar, lanjut dia, ijazah asli difotokopi, barulah dilegalisir. Satuan pendidikan atau dinas pendidikan yang akan melihat ijazah asli, sebelum melegalisir fotokopian tadi. Usut punya usut, kata Yani, telah meminta keterangan, yang bersangkutan melampirkan itu karena ijazahnya hilang.
“Makanya saat dilakukan verifikasi ke daerah di mana sekolah tersebut ada, KPU meminta surat keterangan pengganti yang berpenghargaan sama dengan ijazah atau STTB. Karena kalau ijazah hilang atau musnah, mekanisme yang benar memang demikian,” jelasnya.
Yani sendiri tidak ada memungkiri jika dugaan penggunaan ijazah palsu pada pendaftaran peserta tes CPNS, benar adanya. Mengingat di bawah tahun 2010, penerbitan ijazah tidak seketat saat ini. Demikian pula dengan input data peserta didik, belum dilakukan melalui sistem komputerisasi seperti yang telah dilakukan sekarang, sehingga memudahkan untuk proses verifikasi data. Sehingga bukan hanya ijazah palsu, tetapi tidak menutup kemungkinan masih banyak ijazah aspal yang beredar.
“Tapi semuanya butuh proses untuk pembuktiannya. Tapi yang terpenting lagi, selain berbagai proses sebagai filter untuk mencegah adanya penggunaan ijazah palsu atau ijazah aspal, juga diperlukan intuisi seorang verifikator,” pungkas Akhmad Yani.(ris/*/aan/ddq)

Sumber Koran "Radar Tarakan"

1 comment: